Dinsdag 11 Februarie 2014

SPEKTROFOTOKOPI UNTUK PENENTUAN KADAR PROTEIN


A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Protein merupakan zat yang berguna bagi kebutuhan manusia. Protein memiliki fungsi yaitu untuk membangun sel tubuh baru dan mengganti sel lama yang telah rusak. Pengukuran kadar peotein suatu bahan sangat diperlukan karena kandungan protein yang dimiliki setiap bahan makanan berbeda-beda,
Pengukuran kadar protein dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV – VIS. Pada dasarnya analisis kuantitatif/kualitatif dengan spektrofotometer berprinsip kerja reaksi antara radiasi elektromaknetik dengan elektro bahar. Karena memiliki fungsi sebagai gelombang sekaligus sebagai materi, radiasi elektromagnetik menjadi bermanfaat. Sebagai gelombang radiasi elektromagnetik mempunyai panjang gelombang tertentu yang membuatnya dapat member warna yang terlihat. Sebagai materi, gelombang elektromagnetik mempunyai energy yang dapat berinteraksi dengan partikel bahan.
Jika cahaya (radiasi elektromaknetik mengenai suatu bahan maka sebagian energinya akan diserap oleh molekul bahan sehingga elektro-elektronya menjadi tereksitasi ketingkat yang lebih tinggi. Besar perbedaan tingkat energy ground state dengan tingkat energy tereksitasi untuk setiap molekul tidak sama. Maka dari itu, panjang gelombang optimum yang dimiliki bahan yaitu panjang gelombang dimana energy yang dimiliki gelombang itu besarnya sama dengan yang dibutukan untuk mengeksitesi electron-elektron bahan. Jumlah energy yang diserap sebanding dengan jumlah materi bahan, sehingga spektrofotokopi dapat digunakan untuk uji yang bersifat kuantitatif.
2.      Tujuan Praktikum
Praktikum acara VII ini bertujuan untuk menentukan kadar protein dengan bantuan spektrofotometer.
3.      Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara IV ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 01 Desember 2010 pada pukul 09.15 – 11.00 WIB di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B.     Tinjauan Puataka
Protein merupakan makromolekul  polipeptida yang tersusun dari sejumlah asam-asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptide dan mempunyai bobot molekul 5000 sampai berjuta-juta. Satu molekul protein disusun oleh sejumlah asam amino tertentu dengan susunan tertentu pula dan bersifat turunan (Aisyah, 1998).
Protein pada setiap bahan kadarnya berbeda-beda. Pengukuran kadar protein suatu bahan sangat diperlukan karena erat kaitannya dengan tingkat konsumsi manusia. Pengukuran kadar protein dengan menggunakan metode Lowry adalah dasar dari penggunaan spektrofotometer. Metode ini dapat mengukur kadar protein sampai dengan 5 mikrogam. Warna biru yang terjadi oleh pereaksi Ciocalteau disebabkan reaksi antara protein dan Cu dalam larutan alkalis dan terjasi reaksi garam fosfomoliddat oleh tirosin dan triptopan (Ahmad, 1997).
Konsentrasi protein diukur berdasarkan atas optical dencity pada panjang gelombang tertentu untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan. Protein dengan garam fosfotungstat pada suasana alkalis akan memberikan warna biru yang intensitasnya tergantung pada konentrasi protein terteta (Arthur, 1996).
Kurva standart merupakan kurva alibrasi dari sederet larutan standart larutan-larutan itu. Larutan itu sebaiknya mempunyai komposisi cuplikan. Hasil tidak pernah didasarkan pada literature absortivitas molar. (Polling, 1996).
Analisa Kjeldahl dapat dipakai untuk menganalisis kadar protein dalam bahan makanan secara tidak langdung. Analisa ini dipakai untuk mengetahui kadar protein dengan menggunakan asam sulfat pekat dengan katalis selenium oksiklorida. Cara ini merupakan cara yang sederhana dan mudah dilakukan (Basari, 1997).
C.    Alat, Bahan dan Cara Kerja
1.      Alat
a.       Tabung Reaksi
b.      Rak Tabung reaksi
c.       Pipet
d.      Gelas Ukur
e.       Pengaduk
f.       Spektrofotometer
g.      Stopwatch
2.      Bahan
a.       Larutan standart BSA
b.      Susu
c.       Kedelai
d.      Reagen D
e.       Reagen E
f.       Aquades
3.      Cara Kerja
a.       Memasukkan 1 ml sampel (larutan BSA) dan 2 ml sampel kedelai ke dalam tabung reaksi yang berbeda sesuai dengan konsentrasi yang ditentukan, tambahkan 1 ml reagen D dan gojog pada suhu ruangan dan diamkan selama 15 menit.
b.      Menambahkan reagen E dan gojog segera, dan biarkan selama 45 menit. Ukur absorbansinya pada 540 nm.
D.    Hasil dan Analisis Pengamatan
1.    Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Pengukuran absorbansi larutan BSA
x
y
0
x = konsentrasi BSA
y = absorbansi
0,000
0,2
0,105
0,4
0,199
0,6
0,204
0,8
0,288
1
0,365
Sumber : Laporan Sementara
Tabel 1.2 Pengukuran absorbansi sampel
Sampel
Absorbansi
Volume (ml)
Susu
0,131
5
Kedelai
0,161
5
Sumber : Laporan Sementara
2.    Analisis Hasil Pengamatan
a.       Pengukuran Absorbansi Larutan BSA
Keterangan :
X = konsentrasi BSA
Y = absorbansi
Diketahui :
y = a + bx
a = 0,023
b = 0,339
r = 0,982
Persamaan Garis Regresi
                   Misal y = 0
Missal x = 0
Jadi persamaan garis regresinya adalah (-0,068;0) dan (0;0,023)
b.      Analisis Absorbansi Sampel
a)      Sampel Susu
Mencari koordinat sampel susu
            Absorbansi = y
Mencari Kadar Protein Susu
Kadar Protein Susu     =
     =
     =
     =
     = 63%
b)      Sampel Kedelai
Mencari koordinat sampel kedelai
Mencari kadar protein kedelai
Kadar Protein Kedelai            =
=
=
=
= 69%
E.     Pembahasan dan Kesimpulan
1.      Pembahasan
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mrngukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Berfungsi untuk menentukan kadar protein pada suatu bahan atau sampel. Prinsip kerjannya yaitu reaksi antar radiasi elektromagnetik dengan partikel bahan.
Setelah sampel ditambah dengan reagen D lalu digojog dan didiamkan 15 menit dan ditambah dengan reagen E dan didiamkan lagi selama 45 menit, sampel akan mengalami perubahan warna menjadi biru. Hal tersebut disebabkan oleh reaksi antara protein dengan Cu2+ dalam larutan alkalis dan terjadi reduksi garam fosfotungstat fosfomolibdat oleh tirosin dan triptopan yang ada dalam protein.
Jika kita ingin mengetahui nilai absorbandi dari larutan BSA, maka larutan BSA tersebut dimasukkan dalam wadah yang bisa dilalui oleh gelombang elektromegnetik dalam spektrofotometer. Biasanya panjang gelombang yang digunakan adalah 540 nm.
Pada praktikum kali ini absorbansi susu sebesar 0,131 Å dan absorbansi kedele sebesar 0,161 Å pada volume yang sama yaitu 5 ml. Kadar protein susu lebih tinggi daripada kedele. Hal itu disebabkan karena susu sudah mengalami proses pencampuran dengan zat lain sedangkan kedelai masih murni dari alam.
Untuk menghitung protein dari sampel setiap 1 gr bahan dicari dengan rumus = (1/120) . 0,2 . 1000 sedang kadar protein dalam 1 gr bahan dihitung dengan rumus = (x . 200 . 5/100) . 100% dan diperoleh kadar protein sampel susu sebesar 63% dan kadar protein kedelai sebesa 69%.
2.      Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan:
a.       Semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi nilai absorbansi BSA
b.      Pada volume yang sama, nilai absorbansi kedelai lebih besar daripada susu. Yaitu kedelai = 0,161 Å, sedangkan susu = 0,131 Å.
c.       Kadar protein susu lebih tinggi daripada kedelai, yaitu susu = 63% sedangkan kedele = 69%.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, 1997, Kimia Dasar, Prinsip, dan Terapan Modern. Jakarta. Erlangga.
Aisyah, 1998. Kimia Untuk Universitas. Gramedia. Jakarta
Arthur, 1996. Kimia Anorganik. Erlangga. Jakarta.
Basari, 1997.  Kimia Dasar. PT. Gunung Muria. Kudus.
Polling, 1996. Panduan Prantikum. CV. Manggala Offset. Bandung.

Sondag 09 Februarie 2014

Gas Chromatography: (1) Prinsip Kerja.

Secara umum, chromatography  merupakan suatu istilah yang menggambarkan teknik yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dari suatu campuran/sample. Dalam gas chromatography (GC), gas (yang biasa disebut carrier gas) digunakan untuk membawa sample melewati lapisan (bed) material. Karena gas yang bergerak, maka disebut mobile phase (fasa bergerak), sebaliknya lapisan material yang diam disebut stationary phase (fasa diam). Ketika mobile phase membawa sample melewati stationary phase, sebagian komponen sample akan lebih cenderung menempel ke stationary phase dan bergerak lebih lama dari komponen lainnya, sehingga  masing-masing komponen akan keluar dari stationary phase pada saat yang berbeda. Dengan cara ini komponen-komponen sample dipisahkan.

Secara umum, peralatan GC terdiri dari: 1) Injection System; 2) Oven; 3) Control System; 4) Column; 5) Detector; dan 6) Data Acquisition System.


Injection system digunakan untuk memasukkan/menyemprot gas dan sample kedalam column.  Ada beberapa jenis injection system: 1) Packed column injector; umumnya digunakan dengan package column atau capillary column dengan diameter yang agak besar; injeksi dilakukan secara langsung (direct injection).  2) Split/Splitless capillary injector, digunakan dengan capillary column; sebagian gas/sample dibuang melalui split valve.   3) Temperature programmable cool on-column, digunakan dengan cool capillary column, injeksi dilakukan secara langsung.

Oven, digunakan untuk memanaskan column pada temperature tertentu sehingga mempermudah proses pemisahan komponen sample.

Column, berisi stationary phase dimana mobile phase akan lewat didalamnya sambil membawa sample. Secara umum terdapat 2 jenis column, yaitu: 1) Packed column, umumnya terbuat dari glass atau stainless steel coil dengan panjang 1 – 5 m dan diameter kira-kira 5 mm.  2) Capillary column, umumnya terbuat dari purified silicate glass dengan panjang 10-100 m dan diameter kira-kira 250 mm. Beberapa jenis stationary phase yang sering digunakan: a) Polysiloxanes untuk nonpolar analytes/sample.  b) Polyethylene glycol untuk polar analytes/sample. c) Inorganic atau polymer packing untuk sample bersifat small gaseous species.

Control system, berfungsi untuk: 1) Mengontrol pressure dan flow dari mobile phase yang masuk ke column. 2) Mengontrol temperature oven.

Detector, berfungsi mendeteksi adanya komponen yang keluar dari column. Ada beberapa jenis detector, yaitu: 1) Atomic-Emission Detector (AED); cara kerjanya adalah: campuran sample-gas yang keluar dari column diberi tambahan energy dengan menggunakan microwave sehingga atom-atomnya bereksitasi; sinar eksitasi ini kemudian diuraikan oleh diffraction grating dan diukur oleh photodiode array; kehadiran komponen dalam sample dapat ditentukan dari adanya panjang gelombang eksitasi komponen tersebut yang diukur oleh photodiode array. 2) Atomic-Emission Spectroscopy (AES) atau Optical Emission Spectroscopy (OES); cara kerjanya: campuran sample-gas yang keluar dari column diberi tambahan energy sehingga atom-atomnya bereksitasi; sumber energy tambahan ini (excitation source) terdiri dari beberapa jenis yaitu direct-current-plasma (DCP), flame, inductively-coupled plasma (ICP) dan laser-induced breakdown (LIBS); sinar eksitasi dari berbagai atom ini kemudian diukur secara simultan oleh polychromator dan multiple detector; polychromator disini berfungsi sebagai wavelength selector. 3) Chemiluminescense Spectroscopy; cara kerjanya sama seperti pada AES yaitu mengukur sinar eksitasi dari sample yang diberi tambahan energy; perbedaan dari AES adalah eksitasi molekul sample bukan atom sample; selain itu, energy tambahan yang diberikan bukan berasal dari sumber energy luar seperti lampu atau laser tetapi dihasilkan dari reaksi kimia antara sample dan reagent; sinar eksitasi molekul sample ini kemudian diukur dengan photomultiplier detector (PTM). 4) Electron Capture Detector (ECD); menggunakan radioactive beta emitter (electron) untuk mengionisasi sebagian gas (carrier gas) dan menghasilkan arus antara biased pair of electron; ketika molekul organik yang mengandung electronegative functional groups seperti halogen, phosphorous dan nitro groups dilewati detector, mereka akan menangkap sebagian electron sehingga mengurangi arus yang diukur antara electrode. 5) Flame Ionization Detector (FID); terdiri dari hydrogen/air flame dan collector plate; sample yang keluar dari column dilewatkan ke flame yang akan menguraikan molekul organik dan menghasilkan ion-ion; ion-ion tersebut dihimpun pada biased electrode (collector plate) dan menghasilkan sinyal elektrik. 6) Flame Photometric Detector (FPD); digunakan untuk mendeteksi kandungan sulfur atau phosphorous pada sample. Peralatan ini menggunakan reaksi chemiluminescent sample dalam hydrogen/air flame; sinar eksitasi sebagai hasil reaksi ini kemudian diukur oleh PMT. 7) Mass Spectrometry (MS); mengukur perbedaan mass-to-charge ratio (m/e) dari ionisasi atom atau molekul untuk menentukan kuantitasi atom atau molekul tersebut. 8.) Nitrogen Phosphorus Detector (NPD); prinsip kerjanya hampir sama dengan FID, perbedaan utamanya adalah hydrogen/air flame pada FID diganti oleh heated rubidium silicate bead pada NPD; sample dari column dilewatkan ke hot bead; garam rubidium yang panas akan memancarkan ion ketika sample yang mengandung nitrogen dan phosphorous melewatinya; sama dengan pada FID, ion-ion tersebut dihimpun pada collector dan menghasilkan arus listrik. 9) Photoionization Detector (PID); digunakan untuk mendeteksi aromatic hydrocarbon atau organo-heteroatom pada sample; sample yang keluar dari column diberi sinar ultraviolet yang cukup sehingga terjadi eksitasi yang melepaskan electron (ionisasi); ion/electron ini kemudian dikumpulkan pada electroda sehingga menghasilkan arus listrik. 10) Thermal Conductivity Detector (TCD); TCD terdiri dari electrically-heated wire atau thermistor; temperature sensing element bergantung pada thermal conductivity dari gas yang mengalir disekitarnya; perubahan thermal conductivity seperti ketika adanya molekul organik dalam sample yang dibawah carrier gas, menyebabkan kenaikan temperature pada sensing element yang diukur sebagai perubahan resistansi. 11) Photodiode Array Detector (PAD); merupakan linear array discrete photodiode pada sebuah IC; pada spectroscopy, PAD ditempatkan pada image plane dari spectroscopy sehingga memungkinkan deteksi panjang gelombang pada rentang yang luas bisa dilakukan secara simultan.

Data Aquisition, berfungsi sebagai: 1) Control automatic calibration; 2) Gas analysis; dan 3) Graphics & Reporting. Data aquisition merupakan perangkat gabungan dari Software dan Hardware (PC, Interface & Communication).

Technical Specification; Beberapa parameter yang menjadi ukuran spesifikasi teknis GC, antara lain: 1) Analytes; menyatakan komponen-komponen yang akan dianalisa/dideteksi. 2) Quantification limit (detectability); menyatakan kemampuan deteksi terkecil, dinyatakan dalam persen. 3) Measurement range; menyatakan kemampuan rentang pengukuran GC. 4) Communication Port ; digital port untuk komunikasi dengan PC atau perangkat digital lainnya. 5) Electrical Power Supply (voltage, phase, frequency, power).



DEFINISI, INSTRUMENTASI, PRINSIP KERJA, DAN METODE ANALISIS
GAS CROMATOGRAFY MASS SPECTROMETRY (GCMS)

A.     Defenisi Gas Cromatografy Mass Spectrometry (GCMS)
GCMS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah senyawa secara kuantitatif dan spektrometri massa (MS) untuk menganalisis struktur molekul senyawa analit.
Gas kromatografi merupakan salah satu teknik spektroskopi yang menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya. Gas kromatografi biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas.
Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam.
Penggunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektroskopi massa. Paduan keduanya dapat menghasilkan data yang lebih akurat dalam pengidentifikasian senyawa yang dilengakapi dengan struktur molekulnya.
Kromatografi gas ini juga mirip dengan distilasi fraksional, karena kedua proses memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan pada perbedaan itik didih (atau tekanan uap). Namun, distilasi fraksional biasanya digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dari campuran pada skala besar, sedangkan GC dapat digunakan padaskala yang lebih kecil (yaitu mikro)(Pavia:2006).

B.     Instrumentasi Cromatografy Mass Spectrometry (GCMS)
Rangkaian instrumentasi untuk gas kromatografi dan spekstroskopi massa bergabung menjadi satu kesatuan rangkaian yang sering disebut dengan GCMS. Secara umum rangkaian GCMS :
Gambar 1. Diagram Alir Kromatografi Gas-Cair
(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Gas_chromatographydiakses tanggal 12 Des 2011)
Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing instrument pada rangkaian GCMS.
1.     Instrumentasi Gas Kromatografi
a.     Carrier Gas Supply
Gas pembawa (carrier gas) pada kromatografi gas sangatlah penting. Gas yang dapat digunakan pada dasarnya haruslah inert, kering, dan bebas oksigen. Kondisi seperti ini dibutuhkan karena gas pembawa ini dapat saja bereaksi dan dapat mempengaruhi gas yang akan dipelajari atau diidentifikasi.
b.     Injeksi Sampel
Sejumlah kecil sampel yang akan dianalisis diinjeksikan pada mesin menggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan karet tebal (Lempengan karet ini disebut septum) yang mana akan mengubah bentuknya kembali secara otomatis ketika semprit ditarik keluar dari lempengan karet tersebut.
c.     Kolom
Ada dua tipe utama kolom dalam kromatografi gas-cair. Tipe pertama, tube panjang dan tipis berisi material padatan; Tipe kedua, lebih tipis dan memiliki fase diam yang berikatan dengan pada bagian terdalam permukaannya. Ada tiga hal yang dapat berlangsung pada molekul tertentu dalam campuran yang diinjeksikan pada kolom:
  • Molekul dapat berkondensasi pada fase diam.
  • Molekul dapat larut dalam cairan pada permukaan fase diam
  • Molekul dapat tetap pada fase gas
2.Instrumentasi Spekstroskopi massa
a. Sumber Ion
Setelah melewati rangkaian gas kromatografi, sampel gas yang akan diuji dilanjutkan melalui rangkaian spekstroskopi massa. Molekul-molekul yang melewati sumber ion ini diserang oleh elektron, dan dipecah menjadi ionion positifnya. Tahap ini sangatlah penting karena untuk melewati filter, partikel-partikel sampel haruslah bermuatan.
b. Filter
Selama ion melui rangkaian spekstroskopi massa, ion-ion ini melalui rangkaian elektromagnetik yang menyaring ion berdasarkan perbedaan masa. Para ilmuwan memisahkan komponen-komponen massa untuk kemudian dipilih yang mana yang boleh melanjutkan yang mana yang tidak (prinsip penyaringan). Filter ini terus menyaring ion-ion yang berasal dari sumber ion untuk kemudian diteruskan ke detektor.
c.     Detektor
Ada beberapa tipe detektor yang biasa digunakan. Detektor ionisasi nyala dijelaskan pada bagian bawah penjelasan ini, merupakan detektor yang umum dan lebih mudah untuk dijelaskan daripada detektor alternatif lainnya.
Dalam mekanisme reaksi, pembakaran senyawa organik merupakan hal yang sangat kompleks. Selama proses, sejumlah ion-ion dan elektron-elektron dihasilkan dalam nyala. Kehadiran ion dan elektron dapat dideteksi.  Seluruh detektor ditutup dalam oven yang lebih panas dibanding dengan temperatur kolom. Hal itu menghentikan kondensasi dalam detektor.
Hasil detektor akan direkam sebagai urutan puncak-puncak; setiap puncak mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor. Sepanjang anda mengontrol secara hati-hati kondisi dalam kolom, anda dapat menggunakan waktu retensi untuk membantu mengidentifikasi senyawa yang tampak-tentu saja anda atau seseorang lain telah menganalisa senyawa murni dari berbagai senyawa pada kondisi yang sama.

C.     Prinsip Kerja Cromatografy Mass Spectrometry (GCMS)
1.     Kromatografi Gas (Gas Chromatography)
Kromatografi gas (GC) merupakan jenis kromatografi yang digunakan dalam kimia organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat digunakan untuk menguji kemurnian dari bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen dari campuran. Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu dalam mengidentifikasi sebuah senyawa kompleks.
Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak (atau "mobile phase") adalah sebuah operator gas, yang biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak reactive seperti gas nitrogen. Stationary atau fasa diam merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau polimer yang mendukung gas murni, di dalam bagian dari sistem pipa-pipa kaca atau logam yang disebut kolom. Instrumen yang digunakan untuk melakukan kromatografi gas disebut gas chromatograph (atau "aerograph", "gas pemisah").
2.     Spektroskopi Massa (Mass Spectrometry)
Umumnya spektrum massa diperoleh dengan mengubah senyawa suatu sample menjadi ion-ion yang bergerak cepat yang dipisahkan berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan.
Spektroskopi massa mampu menghasilkan berkas ion dari suatu zat uji, memilah ion tersebut menjadi spektum yang sesuai dengan perbandingan massa terhadap muatan dan merekam kelimpahan relatif tiap jenis ion yang ada. Umumnya hanya ion positif yang dipelajari karena ion negative yang dihasilkan dari sumber tumbukan umumnya sedikit.
3.     Kombinasi GCMS
Saat GC dikombinasikan dengan MS, akan didapatkan sebuah metode analisis yang sangat bagus. Peneliti dapat menganalisis larutan organik, memasukkannya ke dalam instrumen, memisahkannya menjadi komponen tinggal dan langsung mengidentifikasi larutan tersebut. Selanjutnya, peneliti dapat menghitung analisa kuantitatif dari masing-masing komponen. Pada Gambar 4, sumbu z menyatakan kelimpahan senyawa, sumbu x menyatakan spektrum kromatografi, dan sumbu y menyatakan spektrum spektroskopi massa. Untuk menghitung masing-masing metode dapat divisualisasikan ke dalam grafik dua dimensi.
4.     Metode Analisis Cromatografy Mass Spectrometry (GCMS)
Pada metode analisis GCMS (Gas Cromatografy Mass Spektroscopy) adalah dengan membaca spektra yang terdapat pada kedua metode yang digabung tersebut. Pada  spektra GC jika terdapat bahwa dari sampel mengandung banyak senyawa, yaitu terlihat dari banyaknya puncak (peak) dalam spektra GC tersebut. Berdasarkan data waktu retensi yang sudah diketahui dari literatur, bisa diketahui senyawa apa saja yang ada dalam sampel.
   Selanjutnya adalah dengan memasukkan senyawa yang diduga tersebut ke dalam instrumen spektroskopi massa. Hal ini dapat dilakukan karena salah satu kegunaan dari kromatografi gas adalah untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu sampel. Setelah itu, didapat hasil dari spektra spektroskopi massa pada grafik yang berbeda.
   Informasi yang  diperoleh dari kedua teknik ini yang digabung dalam instrumen GC/MS adalah tak lain hasil dari masing-masing spektra. Untuk spektra GC, informasi terpenting yang didapat adalah waktu retensi untuk tiap-tiap senyawa dalam sampel. Sedangkan untuk spektra MS, bisa diperoleh informasi mengenai massa molekul relatif dari senyawa sampel tersbut.
              Tahap-tahap suatu rancangan penelitian GC/MS:
1.     Sample preparation
2.     Derivatisation
3.   Injeksi
              Menginjeksikan campuran larutan ke kolom GC lewat heated injection port. GC/MS kurang cocok untuk analisa senyawa labil pada suhu tinggi karena akan terdekomposisi pada awal pemisahan.
4.     GC separation
              Campuran dibawa gas pembawa (biasanya Helium) dengan laju alir tertentu melewati kolom GC yang dipanaskan dalam pemanas. Kolom GC memiliki cairan pelapis (fasa diam) yang inert.
5.     MS detector
              Aspek kualitatif : lebih dari 275.000 spektra massa dari senyawa yang tidak diketahui dapat teridentifikasi dengan referensi komputerisasi.
              Aspek kuantitatif : dengan membandingkan kurva standar dari senyawa yang diketahui dapat diketahui kuantitas dari senyawa yang tidak diketahui.
6.     Scanning
              Spektra massa dicatat secara reguler dalam interval 0,5-1 detik selama pemisahan GC dan disimpan dalam sistem instrumen data untuk digunakan dalam analisis. Spektra massa berupa fingerprint ini dapat dibandingkan dengan acuan.
Daftar Pustaka
Fowlis, Ian A.,1998. Gas Chromatography Analytical Chemistry by Open Learning. John Wiley & Sons Ltd: Chichester.
Pavia, Donald L., Gary M. Lampman, George S. Kritz, Randall G. Engel (2006). Introduction to Organic Laboratory Techniques (4th Ed.). Thomson Brooks/Cole. pp. 797–817.
Skoog, Douglas A., Donald M. West, F. James Holler. 1991.  Fundamental of Analytical Chemistry. Seventh Edition. New York: Saunders College Publishing.
FILOSOFI MENGENAI AAS

PERALATAN ABSORPSI ATOM

2.1 Pendahuluan.
      Konfigurasi dasar terdiri dari 5 (lima) system, yaitu system emisi, system absorpsi, system seleksi, system deteksi, dan system pencatat hasil, yang masing-masing system mempunyai fungsi yang berbeda.
      Antara sistem yang satu dengan yang lainnya terdapat hubungan, sehingga kelima sistem itu  merupakan satu kesatuan sebagai komponen peralatan.

2.2 Spektrophotometer Serapan Atom
      Peralatan terdiri dari 5 (lima) komponen dasar :
a) Sumber cahaya
      Berupa lampu yang memencarkan spektrum dari unsur yang akan dianalisis.
b) Atomizer Unit
Berfungsi sebagai penghasil atom-atom bebas dari unsur yang dianalisis (berasal dari sampel)
c) Monokromator
Berfungsi untuk memisahkan sinar hingga diperoleh panjang gelombang yang monokromatis
d) Detektor
Berfungsi untuk mengubah sinyal cahaya menjadi sinyal listrik dan seterusnya sinyal listrik ini oleh sinyal processing system diubah menjadi suatu bentuk yang mudah dibaca rekorder
e) Rekorder
      Berfungsi untuk mencatat hasil, dengan sistem digital ataupun analog

2.2.1. Sumber Cahaya
      Sumber cahaya ini memancarkan garis-garis spectra dari unsur yang hendak dianalisis. Karena sumber cahaya mempunyai intensitas yang tinggi, maka dari itu absorpsi atom merupakan teknik analisis yang specific :
Sumber cahaya pada absorpsi atom berupa :
a)      Hollow cathode Lamp (HCL)
b)      Electrodeless Discharge Lamp (EDL)
a) Hollow cathode Lamp (HCL)
      Berupa tabung, yang didalamnya terdapat katoda dan anoda. Katoda dari lampu HCl berbentuk silinder berongga, dibuat dari unsur yang sesuai dengan unsur yang dianalisis, atau logam lain yang permukaannya dilapisi dengan unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis, Anodanya terbuat dari Tungsten atau Nikel, Tabung lampu HCL berisi gas neon atau Argon.
b) Electrodeless Discharge Lamp (EDL)
      Bila dibandingkan dengan HCL, EDL mempunyai energi cahaya keluar yang lebih tinggi dan mempunyai umur yang lebih panjang. Untuk unsur-unsur tertentu, penggunaan EDL akan menaikan sensitifitas dan limit deteksi yang rendah.

2.2.2 Atomizer Unit
      Unit ini terdiri dari :
a.       Burner
b.      Nyala (Flame), dihasilkan dari gas baker (fuel), gas oksidan dan penyulut api (igniter)
c.       Nebulizer, untuk mengkabutkan larutan sampel atau larutan standar hingga diperoleh bentuk aerosol
d.      Pipa Kapiler, untuk menyedot larutan sampel / larutan standar
     Prosedure dimana atom-atom logam gas dihasilkan dalam nyala (atom-atom tereksitasi), dapatlah diringkas sebagai berikut. Bila suatu larutan yang mengandung senyawa yang cocok dari logam yang akan diselidiki itu dihembus kedalam nyala, terjadilah peristiwa berikut secara cepat :
1)      Pengisatan pelarut yang meninggalkan residu padat
2)      Penguapan zat padat dengan disosiasi menjadi atom-atom penyusunnya yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar
3)      Beberapa atom dapat tereksitasi oleh energi termal (dari) nyala ketingkatan-tingkatan energi yang lebih tinggi, dan mencapai kondisi dalam mana mereka akan memancarkan energi.





Proses-proses ini dipaparkan secara diagram sbb :
          M+X-              M+X-                        MX                      MX
           Larutan              Kabut                           Padatan                         Gas

                                                                             Disosiasi
                                                          M. (gas)               M ­­(gas) + X ­­(gas)
                                                    (emisi nyala)       

2.2.2.1 Burner
(a) Macam-macam burner
      Ada 2 macam burner, yaitu :
      1). Pre-mix type laminar flow burner
      2) Total consumption burner

(1) Pre-mix Type laminar Flow Burner
      Burner ini digunakan untuk flame dari udara-asetilene, Nitrous-asetilen, udara-hidrogen, Burner ini dibedakan atas burner headnya yaitu panjang slot 5 cm (digunakan untuk flame Nitrous-asetilen) dan slot 10 cm (digunakan untuk flame udara-asetilene, Udara-Hidrogen dan argon-hidrogen) dengan lebar yang sama yaitu 0.5 mm.
Tinggi burner, posisi burner, serta rotation burner memberikan kontribusi dalam membetuk kondisi optimum burner.
(2) Total Consumption Burner
      Burner ini digunakan untuk flame hydrogen-udara, tidak mempunyai atomizer chamber dan semua larutan sample habis dipompakan dari nebulizer kedalam flame. Disebut total consumption karena semua larutan sampel habis terkomsumsikan.
Jenis sampel yang sering dianalisis dengan metode ini adalah :
a)      sampel-sampel yang mempunyai viscositas yang sangat tinggi
b)      Analisis logam dalam senyawaan organic mempunyai volatilitas tinggi
2.2.2.2 Nyala (flame)
      Nyala flame dihasilkan dari campuran bahan bakar dan gas oksidan yang disulut dengan korek api (igniter). Umumnya campuran gas bakar dan gas oksidan yang digunakan pada AAS adalah :
a)      Udara-Asetilen
Flame ini dapat digunakan untuk analisis sebanyak kira-kira 35 unsur, dengan temperature 2300 0C
b)      Nitrous-Asetilen
Flame ini mempunyai temperature maksimum kira-kira 2900 0C dan digunakan untuk penetapan unsur-unsur yang dapat membentuk oksida refraktori.
c)      Udara-Hidrogen
Flame ini digunakan untuk analisis logam-logam alkali yaitu Cs, Rb, K dan Na yang temperature rendah dapat menurunkan/mengurang terjadinya gangguan ionisasi.
d)     Argon-Hydrogen
Flame ini digunakan untuk penetapan As dan Se, karena temperature flamenya sangat rendah, maka dapat meniadakn gangguan kimia dan gangguan matrik

2.2.2.3 Nebulizer Dan Spray Chamber
      Gas bakar dan gas oksidan dialirkan menuju burner dan tempat masuk inlet yang berbeda. Gas bakar masuk lewat spray chamber dan gas oksidan masuk lewat nebulizer. Gas oksidan yang bertekanan mengalir melalui venture dengan kecepatan alir tinggi (4,5 – 5,5 Liter/menit)
      (a) Proses pengkabutan larutan sampel / standar
Yang dimaksud dengan proses pengkabutan adalah proses pengubahan dari bentuk larutan menjadi bentuk aerosol (kabut). Karena kecepatan alir gas oksidan tinggi, menyebabkan tekanan turun, sehingga larutan sampel/standar terhisap mengalir melalui pipa kapiler dengan kecepatan 4 – 6 liter/menit. Karena bercampur dengan gas oksidan yang bergerak sangat cepat, maka larutan ini berubah bentuknya menjadi butiran-butiran cairan. Butiran-butiran cairan ini akan menumbuk disperser yang dipasang pada ujung spray chamber, sehingga butiran-butiran itu pecah menghasilkan butiran-butiran yang sangat halus yaitu berpua kabut, sedang butiran-butiran yang besar akan mengendap dan dibuang melalui saluran pembuangan yang terdapat dibagian bawah sparay chamber. Butiran-butiran halus sampel/standar yang homogen masuk kedalam nyala dan diubah menjadi atom-atom bebas.


2.2.3        Monokhromator
Monokhromator adalah suatu alat optic, digunakan untuk memisahkan panjang gelombang yang diinginkan yang berasal dari sumber cahaya. Dengan monokromator akan dihasilkan satu spectrum cahaya lampu HCL.
Monokromator terdiri dari :
a.       Celah (Slit)
b.      Lensa / Cermin
c.       Elemen pendispersi, yang berupa prisma atau kisi difraksi.

2.2.4        Detektor
Detektor adalah suatu sistem yang fungsinya untuk mengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan oleh atom-atom sampel Detektor mengubah sinyal cahaya yang ditransmisikan menjadi sinyal listrik, yang selanjutnya diperbesar oleh amplifier dan kemudian dikirim ke rekorder untuk dicatat hasilnya

2.2.5        Rekorder
Rekorder adalah alat pencatat hasil. Alat ini dapat berupa manual atau digital. Umumnya AAS sekarang yang banyak digunakan dilengkapi dengan integrator yaitu alat penghitung dan juga printer yaitu alat perekam hasil.

2.3          Prosedur Kerja Peralatan AAS
Sebelum  analisis logam dengan AAS dilakukan, terlebih dahulu pengaturan kondisi operasi alat sehingga diperoleh kondisi analisis yang optimum.
Secara garis besar langkah-langkah kerka berikut dibawah ini
A.  Pemeriksaan Instrumen dan perlengkapannya
1)      Periksa dan pastikan  drain pot terisi air destilat.
2)      Periksa dan pastikan koneksi antara tiap-tiap unit instrumen ( Unit utama AAS, PC dan  Printer ) terhubung dengan benar .
3)      Periksa apakah pembakar ( burner ) sudah terpasang sesuai dengan Standar Pemakaian Burner untuk Analisis dengan AAS Hitachi Z-5000. Bila burner belum terpasang, lakukan  pemasangan salah satu burner tersebut sesuai dengan Prosedur pemasangan burner pada  Manual Maintenance of AAS Hitachi Z-5000.
4)      Pastikan pipa gas, pipa air pendingin yang terhubung ke unit utama AAS terhubung dalam keadaan baik dan aman.
5)      Periksa dan pastikan banyaknya gas di tabung gas ( terukur sebagai tekanan ) yang akan digunakan sudah mencukupi .
6)      Periksa dan pastikan kertas pencetak sudah tersedia pada Printer.

B.      Persiapan Operasi

1.      Pemasangan Lampu Katoda:
Buka  pintu penutup  ( Cover )  ruang  lampu  katoda  dan   pasang   lampu  pada   dudukan  ( Socket ) sesuai dengan pemakaian yang diinginkan. 
2.      Penyiapan Gas:
1)      Siapkan gas bahan bakar ( fuel ) dan gas pembakar ( oxydant )  yang akan digunakan  sesuai dengan Standard Pemakaian Gas Bahan Bakar dan Oksidan terhadap Elemen Analisis dengan AAS Hitachi Z-5000.
2)      Alirkan gas bahan bakar  dan gas pembakar  dengan membuka kran regulator primer di ruang tabung gas . Jika gas pembakar yang digunakan adalah udara dari Kompresor, hidupkan Power Compressor-nya.
3.      Set tekanan gas pada regulator sekunder sebagai berikut :
     Jenis Gas
Tekanan Regulator sekunder
Asetilen ( C2H2 )
90      kPa  ( ±   0.9  kgf / cm2 )
Hidrogen ( H2 )
100    kPa  ( ±   1.0  kgf / cm2 )
Dinitrogen Oksida ( N2O )
400    kPa  ( ±   4.1  kgf / cm2 )
Argon  Ar
500    kPa  ( ±   5.1  kgf / cm2 )
Udara
500   kPa  ( ±   5.1  kPa / cm2 )

4.      Hidupkan sistem pengisap gas buangan ( Exhausting Duct )

C.      Mengaktifkan Instrumen

Power Instrumen diaktifkan dengan langkah kerja sebagai berikut :
1)      Hidupkan Power Switch dari unit utama AAS dan biarkan selama 25 detik.
2)      Hidupkan ( On-kan ) unit  PC dan Printer. Monitor PC akan menampilkan beberapa icon  program.

D.     Mengaktifkan Perangkat Lunak ( Software )

1.      Memulai Aplikasi AAS
1)  Klik dua kali   icon  “ AA Spectrophotometer “    pada  layar monitor.
2) Pastikan aplikasi AAS sudah  dimulai dengan munculnya tampilan monitor aplikasi AAS Spectrophotometer .
2.      Pastikan Status  Aplikasi AAS sudah On-line ke unit utama AAS dengan melihat apakah layar monitor memperlihatkan tombol toolbox  On-line  pada bagian kiri bawah monitor. Apabila  tombol toolbox tersebut masih ada, klik tombol tersebut untuk meng-Online-kan .
3.      Perangkat  lunak  siap digunakan  untuk  mengontrol  proses  pengukuran              ( analisis ).


TEKNIK ANALISIS

3.1 Teknik Pembentukan Uap
Teknik pembentukan uap (vapor generation) merupakan salah satu teknik didalam AAS, yaitu untuk unsur-unsur yang kurang memberikan sensitivitas, yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan flame atomisasi,
Jadi teknik ini bertujuan untuk memperbesar sensitivitas.
Ada 2 macam teknik pembentukan uap, yaitu :
a.       Pembentukan uap Hidrida
b.      Pembentukan uap Merkuri
3.1.1 Pembentukan uap hidrida
Teknik analisis dengan sistem pembentukan uap hidrida, digunakan untuk analisis unsur-unsur : As, Se, Bi, Ge, Sb, Te dan Hg.
Sejumlah unsur-unsur seperti disebutkan itu, diubah menjadi uap hydrida (senyawa hidrida yang volatile) yaitu dengan menambahkan larutan Natrium Borohydrat (NaBH4) dalam suasana asam. Atau dapat pula digunakan logam Zn dengan asam sulfat.
  Sampel akan bereaksi dengan hydrogen membentuk gas Hydrida pada Reaction Coil, gas hydrida yang terbentuk akan dibawa oleh gas argon ke      AAS untuk atomisasi atom-atom oleh energi panas dengan temperatur 1000 0C, setelah atomisasi element tersebut akan diukur nilainya secara kuantitatif dengan metode spectrofotometer. Uap hydrida ini sangat volatil (mudah menguap), mudah terbakar dan beracun.

 Diagram alir untuk alat tersebut adalah sebagai berikut :

                                                                              Atomic Absorption
                    HFS-3                                                  Spectropotometer
             
              Pompa                                        Reaction Coil        








NaBH4
 
 




Gas Argon
 
                                                                    Waste drain                   Over
                                                                                     Separator                                   Flowdrain          
        Pressure Switch                 Pressure regulator            Flow Control Valve

Reaksi :
a) Reduksi dengan NaBH4
                           6BH4-   +   As+++   ----------->   3BH2H6   +   AsH3
                                                                                                          Diboran
                           B2H6     +   6H2O  ------------->  2H3BO3  +   6H2
                           2AsH3    +  Panas  ------------->  2As  +  3H2
       
3.1.2 Pembentukan uap Merkuri
      Alat instrument ini berfungsi khusus untuk menganalisa Raksa (Hg) Baik sampel yang berupa padatan, cairan, serta gas yang terkandung pada material.
      Prinsip kerja dari alat ini yaitu adanya penambahan pereaksi seperti H2SO4 dan HNO3 untuk menghilangkan adanya ion-ion penganggu lalu sampel direduksi dengan pengoksidasi KmnO4 dalam suasana asam, setelah sampel mengalami reduksi ion-ion permanganat yang tinggal dihilangkan dengan menambahkan ammonium peroksodisulfat lalu sampel ditambah dengan SnCl2 untuk melepaskan gas Hg, gas Hg yang lepas dari sampel didorong oleh pompa ke alat AAS Z-5000 untuk diukur secara kuantitatif nilai logam Hg yang terkandung didalam sampel.
      Dikenal ada 2 sistem sel gas, yaitu sistem terbuka (ujung terbuka) dan sistem tertutup (sirkulasi).
      Pada sistem ujung terbuka, setelah pengukuran selesai, uap merkuri dibuang ke udara bebas. Sedang pada sistem sirkulasi, pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang kali sampai diperoleh pengukuran maksimum, baru kemudian uap dibuang.
      Pada sistem terbuka umumnya kurang sensitif dan akurasinya dipengaruhi oleh aliran udara dan faktor pengenceran udara.

      3.1.3 Interferensi-interferensi pada photometry serapan atom disebabkan oleh :
1.      Tumpang tindih resonansi garis penyerapan dari objek unsur dan unsur yang ada
2.      penyerapan molekular
3.      pemendaran cahaya
4.      sinar emisi dari atomizer
5.      tidak tercukupinya resolusi di monokromator
Pengaruh b dan c dihasilkan dari asap atau uap molekuler dari keberadaan zat yang terbentuk bersama dengan penguapan atom dari objek unsur. Yang disebut background absorption. Gangguan ini terjadi etika analisa secara langsung larutan sampel yang mengandung zat-zat organik, seperti garam dan asam.
Untuk item d terjadi secara nyata dengan pembakar nitous oxide-asetilen.
Untuk item a terjadi karna adanya garis resonansi yang bertumpang tindih antara unsur yang dianalisa dengan unsur lain pada larutan tersebut atau tidak dapat dipisahkannya dengan monokromator garis resonansi tersebut.



PREPARASI SAMPEL
4.1  Persiapan sampel
      Analisis dengan AAS dapat dilakukan terhadap sampel-sampel yang berupa padatan, cairan dan gas.
Sebelum melakukan pengukuran, diperlukan terhadap larutan sampel maupun larutan standar, disebut : Penyiapan/Preparasi sampel, misalnya absorpsi, palarutan, dekomposisi (peleburan, pengabuan, ekstraksi), pemekatan, pengenceran
a) Sampel yang berupa gas
      Pada umumnya sampel yang berupa gas, diperlukan dengan cara diabsorp dengan menggunakan absorbents. Absorbents yang digunakan tergantung dari macam gas yang hendak dianalisis, sehingga logam yang terkandung didalamnya terabsorpsi.
b) Sampel yang berupa padatan
      Sampel yang berupa padatan diperlakukan dengan cara dekomposisi (peleburan, pengabuan, ekstraksi), baru kemudian dilarutkan dengan aquades untuk diubah menjadi larutan. Bila larutan yang didapat mempunyai konsentrasi diatas daerah working range, maka perlu pengenceran dan bila sangat encer maka perlu pemekatan sehingga diperoleh larutan yang siap diaspirasikan pada AAS.
Didalam melarutkan, pelarut yang digunakan dapat berupa pelarut air (disebut larutan non aquatik) dan pelarut bukan air (disebut larutan non aquatik) yaitu berupa pelarut organik.
c) Sampel yang berupa cairan
      Sampel yang berupa cairan dapat langsung diaspirasikan. Bila viskus diencerkan, sedang yang encer dilakukan pemekatan.
Khusus untuk sampel produk minyak bumi, sampel dilarutkan dengan pelarut organik (yaitu white spirit atau MIBK) sehingga diperoleh larutan non viskus, yang mempunyai kecepatan alir 3 – 5 mL/menit.






  
    GAMBAR : Sistem teknik preparasi sampel

4.2 Perlakuan terhadap sampel
      Untuk memperoleh hasil pengukuran yang akurat, hendaknya harus diperhatikan hal-hal tersebut dibawah ini :
1.  Sampel yang berupa padatan dilarutkan sampai melarut sempurna
a.  Logam-logam alkali dilarutkan dalam asam, membentuk larutan logam alkali yang aquatik, larutan ini dapat diperiksa dengan AAS selama kandungan total dissolved solid tidak lebih dari 2 %
b. Bila logam-logam dalam sampel mempunyai konsentrasi tinggi, harus dilakukan pengenceran, sampai kira-kira konsentrasinya berada dalam daerah kerja dari peralatan. Pengenceran hanya diperbolehkan sampai 20 kali
2. Untuk unsur-unsur kelumit (trace elements), sampel tidak boleh diencerkan. Disamping itu peralatan harus benar-benar bersih, demikian pula dalam pembuatan kurva kalibrasi.
3. Unsur-unsur As, Se dan Hg yang mempunyai sifat mudah menguap pada pengabuan (ashing), maka perlakuan terhadap sampel tidak boleh diabukan.
4.   Untuk memperoleh pengenceran larutan sampel atau larutan standar kalibrasi yang akurat, gunakan pipet  gondok (bulb pipet) dan labu takar (Volumetric flask) yang terkalibrasi dengan teliti, yaitu grade A (minimalnya dengan grade B)
5. Gunakan reagensia yang mempunyai tingkat kemurnian tinggi, yaitu grade Proanalysis (PA), Analytical reagent (AR) atau analar.
6. Viskositas larutan sampel dan larutan standar kalibrasi seharusnya sama. Khususnya untuk lubricating oils dan serum
7. Matriks dari sampel mempunyai efek terhadap absorbans, efek ini dapat dihilangkan dengan menggunakan background correction, penyangga ionisasi dan reagen pembebas atau dengan menggunakan nyala api N2O-asetilen.

4.3  Metoda-metoda persiapan sampel
      (1) Besi dan Baja
(a)          Penguraian dengan menggunakan Asam klorida-Asam nitrat
(b)         Penguraian dengan campuran asam (asam posfat dan asam sulfat)
      (2) Alloy Tembaga
(a)          Penguraian dengan asam nitrat-asam hydrofluoride-asam sulfat
(b)         Penguraian dengan asam nitrat
(c)          Penguraian dengan campuran asam (asam nitrat dan asam klorida)
(d)         Penguraian dengan campuran asam bromide dan asam nirat-bromine
      (3) Alloy Nikel
(a)          Penguraian dengan asam nitrat
      (4) Alloy Aluminium
(a)          Penguraian dengan asam klorida-asam peroksida
(b)         Penguraian dengan campuran asam (asam nitrat, asam klorida dan asam sulfat)
      (5) Alloy Timbal/Timah hitam
(a)          Penguraian dengan asam nitrat
(b)         Penguraian dengan campuran asam (asam klorida dan asam nitrat)
      (6) Minyak pelumas dan Minyak berat
(a)          Dilarutkan dengan pelarut organic (untuk pengukuran langsung)
(b)         Dry ashing (metode pengabuan)
      (7) Air Boiler dan Air minum
(a)          Pengukuran langsung dengan asam lemah
(b)         Ekstraksi dengan pelarut
            Kebanyakan logam misalnya Fe, Mn, Ni, Cu, Pb dan lain-lain dapat membentuk senyawa kompleks yang stabil bila direaksikan dengan ammonium pirolidina dithiokarbamat (APDC) pada pH tertentu. Senyawa kompleks ini dapat larut dalam solven organic, misalnya MIBK. Kedalam larutan sampel yang diperoleh ditambahkan sejumlah air dan larutan buffer, volumenya dijadikan 100 mL, kemudian diekstrak. Untuk penetapan unsur-unsur kelumit (trace elements), hasil ekstraksi dipekatkan dengan penguapan sehingga volumenya tinggal 20 mL
      (8) Air Laut dan Air limbah
(a)          Ekstraksi dengan pelarut atau pengukuran langsung
      (9)  Batu dan Hasil pertambangan
(a)          Penguraian dengan asam nitrat-asam hydrofluoride
(b)         Penguraian dengan asam hydrofluoride-asam sulfat
(c)          Penguraian dengan menggunakan Asam klorida-Asam nitrat
(d)         Penguraian dengan menggunakan Asam sulfat-Asam nitrat
(e)          Peleburan dengan karbonat
(f)          Peleburan dengan carbonat-asam borit
      (10) Tumbuh-tumbuhan, Makanan ternak, Makanan manusia
(a)          Dry Ashing (Pengabuan kering)
Sampel diuapkan atau dioksidasikan pada 450 – 500 0C yang residunya berupa senyawa anorganik dapat dilarutkan dengan HCl atau HNO3. Cara ini tidak dapat dipergunakan untuk penetapan unsur-unsur nyang mudah menguap pada pengabuan, misalnya As, Se dan Hg
(b)         Wet Ashing (Pengabuan basah)
            Metoda ini digunakan untuk penetapan unsur-unsur yang mudah menguap yang hilang pada pengabuan kering. Sampel didegasi pada tabung kjeldahl dengan dicampur HNO3/H2SO4 atau H2SO4/HCl. Unsur-unsur yang mudah menguap akan tinggal dengan cara tersebut.
      (11) Larutan liquid aquatik
(a) Untuk larutan akuatik yang mengandung total dissolved solid yang relatif rendah (yaitu kurang dari 2 %), biasanya diencerkan sehingga konsentrasi unsur yang ditetapkan terletak dalam daerah kerja peralatan
(b) Pengenceran sampel yang viskous dapat menyebabkan terjadinya penurunan viskositas dan juga dapat terjadi efek matriks sampel
(c) Untuk larutan yang mengandung banyak insoluble matter, sebelum dianalisis dilakukan penyaringan
(d) Kadang-kadang dilakukan penambahan reagen pembebas atau penyangga ionisasi, misalnya untuk penetapan kalsium atau magnesium yang mengandung fospat. Penambahan La++ akan menghilangkan interferensi Ca++
(e) Untuk penetapan kebanyakan unsur-unsur yang mempunyai konsentrasi rendah, perlu ditambahkan ion K+ atau Na+ untuk menahan jangan sampai unsur yang ditetapkan mengion. Bila larutan encer ini hendak disimpan lebih dari satu hari, perlu ditambahkan 1 ml HCl pekat atau HNO3 pekar per 100 mL, sehingga tidak terbentuk endapan hidroksida pada pH larutan netral pH = 7
      (12)  Liquid non akuatik
            Misalnya minyak pelumas dan minyak bakar yaitu liquid yang mempunyai viskositas tinggi. Bila hendak dianalisis dengan AAS, sample tersebut diencerkan dengan solven organic yang sesuai, missal white spirit atau MIBK (metal isobutyl keton)
     


PROSEDUR ANALISIS

5.1 Pendahuluan
            Analisis dengan metode AAS digunakan untuk penetapan unsur-unsur logam dan semi logam. Jenis penetapan disesuaikan dengan maksud dan tujuannya. Misalnya penetapan Arsenikum dalam nafta, dimaksudkan untuk mengetahui besarnya konsentrasi As, karena As bersifat racun terhadap katalis.
      Prosedur analisis AAS, tidak hanya satu prosedur yang dipakai dalam suatu penetapan, sehingga analis dapat memilihnya. Pemilihan disesuaikna dengan kemampuan peralatan, tersedianya bahan kimia, jenis sampel yang dianalisis serta jumlahnya, dan waktu/lamanya analisis. Hal itu perlu diperhatikan, karena menyangkut keakurasian dalam pengukuran.

5.2 Pelumas baru
            Penggunaan aditif akan meningkatkan sifat pelumas. Aditif mengandung komponen-komponen logam, misalnya Barium (Ba), Kalsium (Ca), Seng (Zn) dan magnesium (Mg). Konsentrasi masing-masing itu umumnya berkisar antara :
            Ba        :  0.05  -  1.0  % wt                             Mg       :  0.02  -  2.5 % wt
            Ca        :  0.02  -  2.5  % wt                             Zn        :  0.04  -  0.2 % wt
      Beberapa kesulitan terdapat pada penetapan Ca, Mg dan Ba bila mengandung fosfat, sehingga untuk menanggulanginya digunakan nyala api, N2O - Asetilen. Perlu diingat, bahwa dengan menggunakan nyala api temperatur tinggi dapat menyebabkan terjadinya interferensi ionisasi dan untuk menanggulanginya ditambahkan bahan kimia sebagai pencegah ionization (ionization buffer) yaitu natrium, kalium atau lanthanum cyclohexsane atau larutan standar dengan konsentrasi 1000 – 2000 mg/Liter atau kira-kira 0.3% dari volume larutan yang diaspirasikan.
            Solven yang paling cocok digunakan adalah white spirit, Xylene atau MIBK dan sebagai larutan standar seperti tertera sebelumnya. Salah satu yang penting adalah drain tube (tempat buangan cairan butiran kasar) harus diisi dengan solven yang sama dengan digunakan untuk pengencer/pelarut sampel,


      Prosedur
            Sampel dan standar diencerkan dengan white spirit, Xylene atau MIBK (pilih salah satu). Tambahkan K, Na atau La (sebagai cyclohexane butyrate)
      Preparasi Sampel
1.      Aduk/kocok sampel yang akan dianalisis selama 5 menit. Pengadukan dapat menggunakan magnetic stirrer atau mechanical agitate.
2.      Timbang sejumlah sampel, masukan kedalam labu takar ukuran 100 mL dan tambahkan sejumlah K, Na atau La (sebagai cyclohexane butyrate) sedemikian rupa sehingga dalam sejumlah volume sampel itu mengandung 3%
3.      Encerkan dengan xylene, white spirit atau MIBK (pilih salah satu). Apabila sampel yang dianalisis hanya mengandung Zn dan kandungan Zn rendah, maka 0.1 g sampel diencerkan menjadi 25 mL
4.      Aspirasikan ke AAS
Catatan
1.      Larutkan K, Na atau La (sebagai cyclohexane butyrate) 1% w/v dibuat dengan melarutkan 5,3 g K, Na atau La (cyclohexane butyrate) dan 10 mL 2-ethylhexanoic dalam 30 mL xylem, white spirit atau MIBK. Panaskan pelan-pelan dan encerkan sampai volumenya menjadi 100 mL
2.      Standar dibuat dengan menggunakan organometralik. Standar dan blanko diencerkan dengan pelarut yang sama dengan pelarut yang digunakan untuk sampel.
3.      Untuk penetapan Ca dan Ba, maka sampel, standar dan blanko dibuat mengandung 0.3 % K, Na atau La (Cyclohexane butyrate).

5.3      Pelumas bekas (Used Oil)
Analisis ausan logam dari pelumas bekas terdapat sedikit kesulitan karena mengandung partikel-partikel logam yang halus, suspensi koloida atau garam-garam logam.
Terdapat kesulitan sampling karena partikel-partikel itu mengendap. Untuk itu sebelum dilakukan analisis terlebih dahulu dikocok/diaduk agar diperoleh sampel yang homogen. Disarankan agar menggunakan solven yang terdiri dari campuran 10% Isipropanol dan 90% white spirit dan pelarutan sebanyak 5 kali.
-          Ausan logam berupa Pb, Sn, Sb, Fe, Cr, Cu, Al, Mg dan Ag
-          Bila sampel pelumas bekas berwarna gelap, maka tidak diperbolehkan cara pelarutan langsung dengan pelarut organic, karena sebagian besar suspensi partikel-partikel logam dalam nyala api tidak teratomisasi, sehingga menyebabkan kesalahan deteksi.
Analisis dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
(a). Dry Ashing
(b). Wet Ashing
Pada dry ashing cenderung memakan waktu yang lama dan perlu dicegah jangan sampai terjadi penguapan awal (premature volatisation) dari unsure yang hendak ditetapkan.

Prosedur
1.  Dry Ashing
-          Ditimbang sejumlah pelumas bekas sebanyak 10 – 20 g, masukan kedalam krusibel (boleh platina, silica atau porselin)
-          Bakar sampel itu dengan hati-hati
-          Residu yang terbentuk dipanaskan dalam muffle furnace pada 550 – 600 0C sehingga semua karbon teroksidasi sempurna.
-          Residu logam yang ditinggal dapat dilarutkan dengan beberapa tetes HCl pekat atau aqua regia dan kemudian diencerkan dengan aquades sampai volume tertentu
            2. Wet Ashing
-          Ditimbang pelumas bekas sebanyak 1 – 2 g, masukan kedalam gelas beker ukuran 250 mL
-          Tambahkan 40 mL HClO4, panaskan pelan-pelan pada temperature rendah kemudian dipanakan kuat-kuat dan dijaga jangan samapi terjadi percikan. Larutan akan menjadi tidak berwarna dan pemanasan diteruskan sampai didapatkan volume 5 mL
-          Dinginkan dan kemudian diencerkan dengan akuades sampai volumenya tepat menjadi 50 mL
-          Sampel diukur terhadap larutan akuatik yang mengandung HClO4 10 % w/v.